Minggu, 17 Agustus 2014

Makna dan Tujuan Berpuasa

Makna dan Tujuan Berpuasa


Bagi kaum Muslim, Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Selain diwajibkan berpuasa, mereka menjadikan bulan tersebut sebagai momen penting untuk meningkatkan kualitas ibadah. Banyak ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi yang menerangkan keutamaan beribadah pada bulan tersebut. Akan tetapi, kita tidak cukup hanya melakukan banyak amalan supaya bisa meraih keutamaan tersebut. Kita juga harus mengetahui makna dan tujuan berpuasa agar puasa Ramadhan kita tidak sia-sia.

Makna puasa
Menurut Quraish Shihab, al-Qur’an menggunakan kata shiyam dan shaum untuk menunjukkan arti puasa. Kata shiyam terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 183. Sedangkan kata shaum terdapat dalam surah Maryam ayat 26. Baik shiyam maupun shaum berasal dari satu kata yang artinya menahan diri.
Ketika Maryam melahirkan Isa AS, orang-orang menuduhnya telah berzina. Lalu Maryam pun mengatakan:
“Aku bernadzar shaum, maka aku menahan diri tidak akan berbicara kepada seorang manusia pun.” (QS Maryam: 26)
Tidak mudah seseorang menahan diri untuk membela dirinya ketika dituduh melakukan perbuatan tercela. Inilah puasa yang dimaksud oleh al-Qur’an dengan kata shaum pada ayat tersebut. Sementara ayat yang mewajibkan kita berpuasa menggunakan kata shiyam, yang berarti menahan diri untuk tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami istri, mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.
Persamaan shaum dan shiyam adalah bahwa kedua-duanya adalah menahan diri. Orang yang tidak menahan dirinya dalam hal-hal yang tidak dibenarkan agama, maka dinamakan bahwa orang tersebut tidak melakukan shaum ataupun shiyam.
Allah SWT memerintahkan kita berpuasa dengan tujuan agar menjadi orang yang bertakwa. Tapi untuk menjadi bertakwa tidaklah mudah, harus ada jalan yang ditempuh. Dengan berpuasa, seseorang ibarat sedang menanam. Jika dia  memelihara tanaman tersebut dan terus memupuknya dengan baik, maka suatu saat dia akan memetik hasilnya. Itulah buah takwa.
Takwa lebih pada tataran empiris dari sekedar teoritis. Karena itu segala perbuatan manusia yang kecil maupun besar, selama memiliki nilai kebajikan, dapat dikatergorikan sebagai ketakwaan. Kita tahu, ilmu itu takwa, sabar itu takwa, dan seterusnya. Ada yang mengatakan, bahwa puasa yang kita lakukan adalah untuk menenun pakaian takwa. Lebaran nanti, barulah pakaian takwa tersebut kita kenakan. “Wa libasut taqwa dzalika khair (dan pakaian takwa itulah yang paling baik).” (QS al-A`raf: 26)
Jika al-Qur’an dalam surah al-Baqarah ayat 183 mengatakan bahwa, ”Diwajibkan kepada kamu berpuasa supaya kamu bertakwa,”  maka maksudnya adalah supaya terhimpun dalam dirimu segala macam kebajikan. Jadi jelaslah, puasa bukan cuma menahan diri  untuk tidak makan dan tidak minum.
Dalam sebuah hadis qudsi yang masyhur, Rasulullah SAW menyatakan bahwa Allah SWT berfirman, yang artinya: “Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberi ganjarannya.“
Jadi untuk ibadah puasa, malaikat hanya mencatat, tanpa melakukan kalkulasi berapa ganjaran yang didapatkan. Bandingkan dengan membaca al-Qur’an, pahala kita akan dihitung huruf per huruf.  kalau kita shalat sendirian pahalanya satu dan kalau berjama’ah jadi duapuluh tujuh. Artinya pahalanya itu dapat dikalkulasikan.
Jika dilihat motifnya, ada orang yang berpuasa cuma menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri. Ada juga yang, selain menahan diri dari tiga hal di atas, dia juga menahan diri untuk tidak memaki orang lain. Dan ada pula yang lebih dari itu dengan dia belajar membersihkan hatinya dan tidak dengki.
Alhasil, tidak ada yang tahu isi hati orang yang berpuasa itu kecuali Allah. Para ulama memahami hadis qudsi di atas dengan mengatakan: “Karena puasa itu adalah rahasia antara yang berpuasa dengan Allah. Karena itulah maka Allah berfirman: “Puasa itu untuk-Ku dan aku sendiri yang akan membalasanya.”
Ulama lain menjelaskan lebih jauh, bahwa “untuk Allah” maksudnya adalah untuk meneladani Allah sesuai dengan kemampuannya sebagai makhluk. Contohnya, kita tiap hari butuh makan dan minum, sementara Allah tidak butuh makan dan minum, tapi Dia memberi makan dan minum kepada hambanya. Dengan berpuasa kita meneladani Allah dengan tidak makan dan minum lalu memberi makan orang yang tidak mampu. Hal itu diperintahkan dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Berarti hal itu masih sangat wajar. Dan itu­lah yang dimaksud dengan meneladani Allah dengan kemampuannya sebagai makhluk.
Selanjutnya, sesuai dengan kemampuan kita sebagai makhluk, kita disuruh meneladani sifat-sifat Allah. Seperti “Quddus” yang berarti suci. Suci adalah gabungan dari tiga hal: benar, baik, dan indah. Kalau cuma benar, tapi tidak baik, maka itu bukanlah suci. Misalkan, jika ada satu orang melakukan kesalahan, maka orang tersebut perlu dibenarkan. Jika orang tersebut kita tegur di depan umum, apa yang kita lakukan itu benar, tetapi tidak baik. Jika kita tegur dia sendirian (tidak di depan orang banyak), tetapi cara kita menegurnya tidak halus atau dengan memaki-maki dan kasar, cara seperti ini tidak benar meskipun niatnya baik. Allah itu “Quddus”, suci, semua yang datang dari-Nya itu benar, baik, dan indah. Yang mencari kebenaran itu menghasilkan ilmu. Yang mencari kebaikan itu menghasilkan akhlak. Yang mencari keindahan itu menghasilkan seni. Karena itulah, bagi orang yang berpuasa jika meneladanial-Quddus, maka bisa menjadi ilmuwan, budiman, dan seniman. Begitulah seterusnya.

Puasa itu sehat
Berpuasa, selain membentuk pribadi yang takwa, ternyata bisa menyehatkan jasmani bahkan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal ini banyak dikemukan oleh para pakar kesehatan dunia baik yang Muslim ataupun non Muslim. Karena, ketika seseorang berpuasa, berarti mengurangi lebih dari setengah apa yang kita makan setiap hari, yang berarti, mengurangi resiko akibat masuknya penyakit kedalam tubuh kita. Selain itu, dengan berpuasa, kita telah mengistirahatkan pencernaan yang tidak pernah berhenti mengolah makanan saat tidak berpuasa.
Menurut Dokter MAT Assegaf, ada 63 penyakit yang terjadi dalam tubuh manusia diakibatkan oleh kesalahan pola makan dan minum. Berpuasa didefinisikan sebagai periode tubuh yang pantang mengasup semua jenis makanan atau makanan tertentu. Bertolak belakang dengan persepsi bahwa berpuasa memperburuk kesehatan, justru memiliki banyak manfaat bagi tubuh.
Berikut pendapat para ahli kesehatan dunia tentang manfaat puasa:
Dr Alexius Karl, seorang doktor ahli bedah dan psikiater berkebangsaan Amerika sekaligus peraih hadiah nobel untuk bidang kedokteran, mengemukakanbahwa salah satu cara yang paling ampuh dalam menyehatkan fungsi makanan adalah denga berpuasa. (Majalah al-Wa’yu al Islami, Ramadhan, 1930 H/ 1970 M, terbitan Kementrian Waqaf dan Agama Kuwait).
Jalal Saour Berpendapat bahwa berkurangnya cairan pada puasa akan menurunkan heart rate atau kerja jantung, serta mencegah penggumpalan darah yang termasuk penyebab serius panyakit jantung. (Jalal, Riyad, 1990)
Elson M Haas MD, Direktur Medical Centre of Marin (sejak 1984) mengatakan bahwa, dalam puasa (cleansing dan detoksifikasi) merupakan bagian dari trilogy nutrisi, balancing,building (toning).  Elson percaya bahwa puasa adalah bagian yang hilang “missing link” dalam diet di dunia Barat. Kebanyakan orang di Barat mengalami over eating atau makan berlebihan, , makan dengan protein yang berlebihan, dan lemak yang berlebihan pula.
Masih menurutnya, puasa dapat mengobati penyakit seperti Influeza, bronkitis, diare, konstipasi, alergi makanan, astma, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, obesitas, kanker, epilepsi, sakit pada punggung, sakit mental, angina pectoris (nyeri dada karena jantung), panas dan insomnia.
Dr Sabah al-Baqir dan kawan-kawan, mengatakan bahwa puasa dapat mengurangi jumlah hormon pemicu stres. Dia bersama tim dari Falkutas kedokteran Universitas King Saud melakukan studi terhadap hormon prolaktin, insulin dan kortisol, pada tujuh orang laki-laki yang berpuasa sebagai sampel. Hasilnya bahwa tidak ada perubahan signifikan pada level kortisol.
Dr Riyadh Sulaiman dan kawan-kawan, tahun 1990, dari RS Universitas King Khalid, Riyadh, Saudi Arabia, melakukan penelitian terhadap pengaruh puasa Ramadhan terhadap 47 penderita diabetes jenis kedua (pasien yang tidak tergantung insulin) dan beberapa orang sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puasa bulan Ramadhan tidak menimbulkan penurunan berat badan yang signifikan.
Maka, terbuktilah sudah kemaslahatan puasa bagi kehidupan manusia. Allah tidak semata-mata mewajibkan sesuatu kepada hamba-Nya melainkan ada manfaat yang sempurna bagi mereka.

0 komentar:

Posting Komentar