Makna dan Tujuan Berpuasa
Bagi
kaum Muslim, Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Selain diwajibkan
berpuasa, mereka menjadikan bulan tersebut sebagai momen penting untuk
meningkatkan kualitas ibadah. Banyak ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi yang
menerangkan keutamaan beribadah pada bulan tersebut. Akan tetapi, kita tidak
cukup hanya melakukan banyak amalan supaya bisa meraih keutamaan tersebut. Kita
juga harus mengetahui makna dan tujuan berpuasa agar puasa Ramadhan kita tidak
sia-sia.
Makna
puasa
Menurut
Quraish Shihab, al-Qur’an menggunakan kata shiyam dan shaum untuk menunjukkan
arti puasa. Kata shiyam terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 183. Sedangkan
kata shaum terdapat dalam surah Maryam ayat 26. Baik shiyam maupun shaum
berasal dari satu kata yang artinya menahan diri.
Ketika
Maryam melahirkan Isa AS, orang-orang menuduhnya telah berzina. Lalu Maryam pun
mengatakan:
“Aku
bernadzar shaum, maka aku menahan diri tidak akan berbicara kepada seorang
manusia pun.” (QS Maryam: 26)
Tidak
mudah seseorang menahan diri untuk membela dirinya ketika dituduh melakukan
perbuatan tercela. Inilah puasa yang dimaksud oleh al-Qur’an dengan kata shaum
pada ayat tersebut. Sementara ayat yang mewajibkan kita berpuasa menggunakan
kata shiyam, yang berarti menahan diri untuk tidak makan, tidak minum dan tidak
berhubungan suami istri, mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya
matahari.
Persamaan
shaum dan shiyam adalah bahwa kedua-duanya adalah menahan diri. Orang yang
tidak menahan dirinya dalam hal-hal yang tidak dibenarkan agama, maka dinamakan
bahwa orang tersebut tidak melakukan shaum ataupun shiyam.
Allah
SWT memerintahkan kita berpuasa dengan tujuan agar menjadi orang yang bertakwa.
Tapi untuk menjadi bertakwa tidaklah mudah, harus ada jalan yang ditempuh. Dengan
berpuasa, seseorang ibarat sedang menanam. Jika dia memelihara tanaman
tersebut dan terus memupuknya dengan baik, maka suatu saat dia akan memetik
hasilnya. Itulah buah takwa.
Takwa
lebih pada tataran empiris dari sekedar teoritis. Karena itu segala perbuatan
manusia yang kecil maupun besar, selama memiliki nilai kebajikan, dapat
dikatergorikan sebagai ketakwaan. Kita tahu, ilmu itu takwa, sabar itu takwa,
dan seterusnya. Ada yang mengatakan, bahwa puasa yang kita lakukan adalah untuk
menenun pakaian takwa. Lebaran nanti, barulah pakaian takwa tersebut kita
kenakan. “Wa libasut taqwa dzalika khair (dan pakaian takwa itulah yang paling
baik).” (QS al-A`raf: 26)
Jika
al-Qur’an dalam surah al-Baqarah ayat 183 mengatakan bahwa, ”Diwajibkan kepada
kamu berpuasa supaya kamu bertakwa,” maka maksudnya adalah supaya
terhimpun dalam dirimu segala macam kebajikan. Jadi jelaslah, puasa bukan cuma
menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum.
Dalam
sebuah hadis qudsi yang masyhur, Rasulullah SAW menyatakan bahwa Allah SWT
berfirman, yang artinya: “Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberi
ganjarannya.“
Jadi
untuk ibadah puasa, malaikat hanya mencatat, tanpa melakukan kalkulasi berapa
ganjaran yang didapatkan. Bandingkan dengan membaca al-Qur’an, pahala kita akan
dihitung huruf per huruf. kalau kita shalat sendirian pahalanya satu dan
kalau berjama’ah jadi duapuluh tujuh. Artinya pahalanya itu dapat
dikalkulasikan.
Jika
dilihat motifnya, ada orang yang berpuasa cuma menahan diri dari makan, minum,
dan berhubungan suami istri. Ada juga yang, selain menahan diri dari tiga hal
di atas, dia juga menahan diri untuk tidak memaki orang lain. Dan ada pula yang
lebih dari itu dengan dia belajar membersihkan hatinya dan tidak dengki.
Alhasil,
tidak ada yang tahu isi hati orang yang berpuasa itu kecuali Allah. Para ulama
memahami hadis qudsi di atas dengan mengatakan: “Karena puasa itu adalah
rahasia antara yang berpuasa dengan Allah. Karena itulah maka Allah berfirman:
“Puasa itu untuk-Ku dan aku sendiri yang akan membalasanya.”
Ulama
lain menjelaskan lebih jauh, bahwa “untuk Allah” maksudnya adalah untuk
meneladani Allah sesuai dengan kemampuannya sebagai makhluk. Contohnya, kita
tiap hari butuh makan dan minum, sementara Allah tidak butuh makan dan minum,
tapi Dia memberi makan dan minum kepada hambanya. Dengan berpuasa kita
meneladani Allah dengan tidak makan dan minum lalu memberi makan orang yang
tidak mampu. Hal itu diperintahkan dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Berarti hal itu masih sangat wajar. Dan itulah yang dimaksud dengan meneladani
Allah dengan kemampuannya sebagai makhluk.
Selanjutnya,
sesuai dengan kemampuan kita sebagai makhluk, kita disuruh meneladani
sifat-sifat Allah. Seperti “Quddus” yang berarti suci. Suci adalah gabungan
dari tiga hal: benar, baik, dan indah. Kalau cuma benar, tapi tidak baik, maka
itu bukanlah suci. Misalkan, jika ada satu orang melakukan kesalahan, maka
orang tersebut perlu dibenarkan. Jika orang tersebut kita tegur di depan umum,
apa yang kita lakukan itu benar, tetapi tidak baik. Jika kita tegur dia
sendirian (tidak di depan orang banyak), tetapi cara kita menegurnya tidak
halus atau dengan memaki-maki dan kasar, cara seperti ini tidak benar meskipun
niatnya baik. Allah itu “Quddus”, suci, semua yang datang dari-Nya itu benar,
baik, dan indah. Yang mencari kebenaran itu menghasilkan ilmu. Yang mencari
kebaikan itu menghasilkan akhlak. Yang mencari keindahan itu menghasilkan seni.
Karena itulah, bagi orang yang berpuasa jika meneladanial-Quddus, maka bisa
menjadi ilmuwan, budiman, dan seniman. Begitulah seterusnya.
Puasa
itu sehat
Berpuasa,
selain membentuk pribadi yang takwa, ternyata bisa menyehatkan jasmani bahkan
bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal ini banyak dikemukan oleh para
pakar kesehatan dunia baik yang Muslim ataupun non Muslim. Karena, ketika
seseorang berpuasa, berarti mengurangi lebih dari setengah apa yang kita makan
setiap hari, yang berarti, mengurangi resiko akibat masuknya penyakit kedalam
tubuh kita. Selain itu, dengan berpuasa, kita telah mengistirahatkan pencernaan
yang tidak pernah berhenti mengolah makanan saat tidak berpuasa.
Menurut
Dokter MAT Assegaf, ada 63 penyakit yang terjadi dalam tubuh manusia
diakibatkan oleh kesalahan pola makan dan minum. Berpuasa didefinisikan sebagai
periode tubuh yang pantang mengasup semua jenis makanan atau makanan tertentu.
Bertolak belakang dengan persepsi bahwa berpuasa memperburuk kesehatan, justru
memiliki banyak manfaat bagi tubuh.
Berikut
pendapat para ahli kesehatan dunia tentang manfaat puasa:
Dr
Alexius Karl, seorang doktor ahli bedah dan psikiater berkebangsaan Amerika
sekaligus peraih hadiah nobel untuk bidang kedokteran, mengemukakanbahwa salah
satu cara yang paling ampuh dalam menyehatkan fungsi makanan adalah denga
berpuasa. (Majalah al-Wa’yu al Islami, Ramadhan, 1930 H/ 1970 M, terbitan
Kementrian Waqaf dan Agama Kuwait).
Jalal
Saour Berpendapat bahwa berkurangnya cairan pada puasa akan menurunkan heart
rate atau kerja jantung, serta mencegah penggumpalan darah yang termasuk
penyebab serius panyakit jantung. (Jalal, Riyad, 1990)
Elson
M Haas MD, Direktur Medical Centre of Marin (sejak 1984) mengatakan bahwa,
dalam puasa (cleansing dan detoksifikasi) merupakan bagian dari trilogy
nutrisi, balancing,building (toning). Elson percaya bahwa puasa adalah
bagian yang hilang “missing link” dalam diet di dunia Barat. Kebanyakan orang
di Barat mengalami over eating atau makan berlebihan, , makan dengan protein
yang berlebihan, dan lemak yang berlebihan pula.
Masih
menurutnya, puasa dapat mengobati penyakit seperti Influeza, bronkitis, diare,
konstipasi, alergi makanan, astma, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes, obesitas, kanker, epilepsi, sakit pada punggung, sakit
mental, angina pectoris (nyeri dada karena jantung), panas dan insomnia.
Dr
Sabah al-Baqir dan kawan-kawan, mengatakan bahwa puasa dapat mengurangi jumlah
hormon pemicu stres. Dia bersama tim dari Falkutas kedokteran Universitas King
Saud melakukan studi terhadap hormon prolaktin, insulin dan kortisol, pada
tujuh orang laki-laki yang berpuasa sebagai sampel. Hasilnya bahwa tidak ada
perubahan signifikan pada level kortisol.
Dr
Riyadh Sulaiman dan kawan-kawan, tahun 1990, dari RS Universitas King Khalid,
Riyadh, Saudi Arabia, melakukan penelitian terhadap pengaruh puasa Ramadhan
terhadap 47 penderita diabetes jenis kedua (pasien yang tidak tergantung
insulin) dan beberapa orang sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puasa
bulan Ramadhan tidak menimbulkan penurunan berat badan yang signifikan.
Maka,
terbuktilah sudah kemaslahatan puasa bagi kehidupan manusia. Allah tidak
semata-mata mewajibkan sesuatu kepada hamba-Nya melainkan ada manfaat yang
sempurna bagi mereka.
0 komentar:
Posting Komentar